Perubahan yang terjadi yang begitu cepat menjadi tantangan tersendiri bagi sebuah organisasi untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Organisasi diperhadapkan pada tantangan untuk dapat menghadapi perubahan lingkungan yang sangat cepat. Terjadinya perubahan lingkungan sebagai akibat dari adanya inovasi dalam bidang teknologi komunikasi dan bidang komputerisasi menjadikan suatu tantangan baru yang akan bersentuhan dengan prinsip-prinsip dan pedoman-pedoman manajemen yang mampu membuat organisasi lebih stabil dan dapat diprediksi, juga harus mengalami beberapa penyesuaian-penyesuaian. Oleh karena itu, maka jika organisasi ingin mempertahankan diri dan tetap sukses, maka organisasi harus mampu merespon setiap perubahan tersebut.
Organisasi baik sebagai organisasi publik ataupun organisasi bisnis harus memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan. Hal ini berarti bahwa organisasi harus memperhatikan pengaruh elemen-elemen yang dapat menyebabkan organisasi berubah. Sebagai sebuah sistem organisasi mempunyai struktur dan perencanaan yang dilakukan dengan penuh kesadaran, di dalamnya orang-orang bekerja dan berhubungan satu sama lain dengan suatu cara yang terkoordinasi, kooperatif, dan dorongan-dorongan guna mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan (Beach, 1980; Champoux, 2003). Dalam kontek ini budaya belajar harus dikembangkan dengan asumsi inti bahwa lingkungan di mana organisasi berada harus dikelola karena sebuah organisasi akan lebih sulit melakukan proses simbiotik dalam lingkungan yang lebih bergejolak. Schein (2004) berasumsi bahwa perubahan akan membuat segalanya menjadi mungkin, sehingga adaptasi organisasi terhadap lingkungan yang berubah secara perlahan juga merupakan proses pembelajaran bagi suatu organisasi.
Apabila kita membicarakan organisasi sebagai suatu sistem, berarti memandangnya terdiri dari unsur-unsur yang saling bergantungan dan di dalamnya terdapat sub-sub sistem. Sedangkan struktur di sini mengisyaratkan bahwa di dalam organisasi terdapat suatu kadar formalitas dan adanya pembagian tugas atau peranan yang harus dimainkan oleh anggota-anggota kelompoknya.
Organisasi mempunyai ketergantungan ganda terhadap lingkungannya. Produk dan jasa yang merupakan out put organisasi dikonsumsi oleh pemakai yang terdapat pada pada lingkungannya. Di pihak lain, organisasi juga mendapatkan berbagai jenis input dari lingkungannya. Posisi organisasi menjadi berbahaya jika pertukaran input dan out put ini menjadi tidak seimbang. Input yang diperlukan oleh organisasi sering kali sumbernya ikuasai oleh organisasi lain yang terdapat di lingkungannya, sehingga organisasi terpaksa mempunyai ketergantungan sumber terhadap lingkungannya. Jika tingkat ketergantungan ini tidak terlalu besar, seperti yang terjadi pada lingkungan Tenang-Acak, maka organisasi tidak perlu terlalu memperhatikan lingkungannya dan dapat memusatkn pehatianny terhadap kegiatan produksi. Tetapi, jika ketergantungan ini sangat besar, organisasi perlu beradaptasi terhadap ketergantungan tersebut dan melakukan tindakan-tindakan yang sesuai untuk menguranginya. Terdapat dua cara adaptasi yang dapat dilakukan oleh organisasi. Cara pertama adalah melalui perubahan internal, yaitu dengan menyesuaikan struktur internal organisasi, pola kerja, perencanaan, dan aspek internal lainnya, trhadap karakteristik lingkungan. Cara kedua adalah dengan berusaha untuk menguasai dan mengubah kondisi lingkungan sehingga menguntungkan bagi organisasi.
Pengaruh lingkungan terhadap organisasi tersebut sebenarnya menjadi dasar filosofis perlunya perubahan organisasi. Jika pengaruh tersebut muncul sebagai akibat dari perkembangan Teknologi komunikasi misalnya yang sebenarnya telah diakui sebagai elemen penting yang tidak hanya secara langsung berpengaruh terhadap prilaku organisasi tetapi juga terhadap organisasi secara keseluruhan maka perubahan dan pengaruh tersebut harus memperoleh respon dari organisasi. Penerapan teknologi informasi baru (TI) telah diakui sebagai intervensi yang dapat menyebabkan perubahan organisasi ( Orlikowski dan Robey , 1991) . Disinilah pentingnya sebuah organisasi untuk melakukan proses belajar agar organsiasi tersebut dapat beradaptasi dengan ketidakpastian baru dalam rangka mencapai manfaat perubahan diantisipasi ( Argyris , 1977; Gregor , 2006; Robey dan Sahay , 1996) . Misalnya , penerapan desain dibantu komputer dan manufaktur ( CAD / CAM ) sistem membutuhkan insinyur untuk secara kolektif mempelajari modus baru komunikasi , sehingga dapat menuai manfaat sistem ' memperpendek pengembangan produk waktu siklus (Black et al . , 2004 ) .
Pengaruh teknologi informasi di era globalisasi tidak bisa dipungkiri adanya di mana proses globalisasi yang berjalan begitu cepatnya disebabkan karena revolusi informasi yang berdampak pada perubahan cara berpikir (mindset) ataupun berperilaku (behaviour) pada organisasi. Saat ini sudah mulai banyak dari organisasi yang mengembangkan sistem informasi yang terintegrasi yang jika diaplikasikan dengan baik, maka akan dapat memberi dampak dan menghasilkan nilai tambah (added value) bagi organisasi itu sendiri. Sistem informasi yang digunakan misalanya melalui penggunaan eGovernment, dimana sistem ini dirancang dan dibuat untuk mendukung interaksi antara Pemerintah dan masyarkat, serta dunia bisnis untuk menciptakan efisiensi dan efektifitas kerja bagi organisasi pemerintah ataupun pemberian pelayanan terhadap masyarakat dan dunia bisnis.
E-Government sebagai salah satu bentukan baru dalam pelayanan organisasi publik kepada masyarakat adalah bentuk baru pengaruh eemen tekhnologi terhadap organisasi pemerintah. Organisasi publik telah mengakui pentingnya pembelajaran organisasi diharuskan oleh perubahan ( Mahler , 1997) seperti pengenalan teknologi baru melalui upaya e-Government . E-Government telah menjadi program prioritas lembaga pemerintah, baik di pusat maupun daerah di seluruh dunia, yang tidak hanya dipandang sebagai proyek yang menjadi trend di kalangan pemerintahan. E-Government yang dimaknai sebagai suatu bentuk penggunaan teknologi informasi (seperti Wide Area Network, Internet dan mobile computing) oleh pemerintah untuk mentransformasikan hubungan dengan masyarakat, dunia bisnis dan pihak yang berkepentingan (World Bank) yang berarti bahwa pemanfaatan teknologi informasi tersebut dalam rangka untuk meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Keuntungan yang diperoleh dari e-Government pada akhirnya bukan hanya sekedar menyediakan pelayanan online tetapi lebih luas daripada itu, karena kinerja sektor publik juga berkontribusi pada kemajuan ekonomi dan sosial suatu negara (Suaedi, 2010).
Di Indonesia E-Government telah diadopsi sejak tahun 2001 melalui Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2001 tentang Telematika (Telekomunikasi, Media dan Informatika) bahwa aparat pemerintah harus menggunakan teknologi telematika untuk mendukung good governance dan mempercepat proses demokrasi. Hal ini bersesuaian dengan prinsip-prinsip paradigma baru new publik manajemen dan new public service yang mengedepankan kualitas dan mutu pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Penegasan tentang urgensi e-Government juga didukung dengan Instruksi Presiden RI No.3 Tahun 2003 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government serta Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 126/M/KI/K/VI/2002 perihan Edaran Pendayagunaan Situs sebagai bentuk keseriusan pemerintah memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi di dalam proses pemerintahan.
Pada dasarnya pelaksanaan e-Government mengacu pada aplikasi strategis TI penggunaan TI untuk menyediakan informasi bagi warga negara dan organisasi untuk memperoleh layanan lebih baik, dan bagi pemerintah untuk berinteraksi dengan mitra bisnis dan transaksi secara internal (Gronlund , 2002; Tung dan Rieck , 2005). Pemanfaatan e-Goverment ini tentu sangat membutuhkan proses penyesuaian organisasi baik individu maupun kelompok dalam organisasi tersebut. Pelaksanaan inisiatif e-Government sangat membutuhkan pembelajaran besar bagi organisasi publik, yang biasanya telah dianggap sebagai entitas birokrasi dengan budaya konservatif yang tahan terhadap perubahan ( Robertson dan Seneviratne , 1995) . Hal ini juga dikaitkan dengan e-readiness e-goverment yang di dalamnya membutuhkan fase pendidikan dan latihan bagi para aparatur pemerintah agar dapat menyesuaikan diri dengan model dan bentuk aktivitas kerja yang berubah karena pemerapan e-government. Disamping itu organisasi publik karena pelaksanaan e-government menyebabkan semakin kompleksnya perubahan sehingga diperlukan pembelajaran terkait dengan keberhasilan eGovernment .
Disamping karena adanya perubahan dari iklim kerja dan prosedur kerja sebagai akibat dari pemanfaatan IT dalam konteks e-government maka mau tidak mau organisasi harus menumbuhkan dan menyadari betul pentingnya Learning Organization agar dapat memahami dan melakukan penyesuaian terhadap perubahan yang terjadi. Robey dan Boudreau ( 1999) mengemukakan empat perspektif teoritis yang relevan yang terkait dengan IT dalam rangka perubahan organisasi yaitu politik organisasi, budaya organisasi, teori kelembagaan dan organisasi belajar .
Realitas masalah yang muncul sebagaiakibat dari pelaksanaan e-government dengan learning organization maka studi ini berfokus bagaimana tingkat kesuksesan e-Government dalam rangka untuk meningkatkan efisiensi internal organisasi publik di Kabupaten Maros dengan menjalankan program learning individu dan learning organization. Berdasarkan realitas yang ada bahwa jika aparatur pemerintah dalam organisasi publik tidak memeiliki pendidikan dan latihan untuk memenuhi kompotensinya agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan organsiasi maka pelaskanaa e-government tidak dapat berjalan dengan baik.
Organisasi baik sebagai organisasi publik ataupun organisasi bisnis harus memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan. Hal ini berarti bahwa organisasi harus memperhatikan pengaruh elemen-elemen yang dapat menyebabkan organisasi berubah. Sebagai sebuah sistem organisasi mempunyai struktur dan perencanaan yang dilakukan dengan penuh kesadaran, di dalamnya orang-orang bekerja dan berhubungan satu sama lain dengan suatu cara yang terkoordinasi, kooperatif, dan dorongan-dorongan guna mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan (Beach, 1980; Champoux, 2003). Dalam kontek ini budaya belajar harus dikembangkan dengan asumsi inti bahwa lingkungan di mana organisasi berada harus dikelola karena sebuah organisasi akan lebih sulit melakukan proses simbiotik dalam lingkungan yang lebih bergejolak. Schein (2004) berasumsi bahwa perubahan akan membuat segalanya menjadi mungkin, sehingga adaptasi organisasi terhadap lingkungan yang berubah secara perlahan juga merupakan proses pembelajaran bagi suatu organisasi.
Apabila kita membicarakan organisasi sebagai suatu sistem, berarti memandangnya terdiri dari unsur-unsur yang saling bergantungan dan di dalamnya terdapat sub-sub sistem. Sedangkan struktur di sini mengisyaratkan bahwa di dalam organisasi terdapat suatu kadar formalitas dan adanya pembagian tugas atau peranan yang harus dimainkan oleh anggota-anggota kelompoknya.
Organisasi mempunyai ketergantungan ganda terhadap lingkungannya. Produk dan jasa yang merupakan out put organisasi dikonsumsi oleh pemakai yang terdapat pada pada lingkungannya. Di pihak lain, organisasi juga mendapatkan berbagai jenis input dari lingkungannya. Posisi organisasi menjadi berbahaya jika pertukaran input dan out put ini menjadi tidak seimbang. Input yang diperlukan oleh organisasi sering kali sumbernya ikuasai oleh organisasi lain yang terdapat di lingkungannya, sehingga organisasi terpaksa mempunyai ketergantungan sumber terhadap lingkungannya. Jika tingkat ketergantungan ini tidak terlalu besar, seperti yang terjadi pada lingkungan Tenang-Acak, maka organisasi tidak perlu terlalu memperhatikan lingkungannya dan dapat memusatkn pehatianny terhadap kegiatan produksi. Tetapi, jika ketergantungan ini sangat besar, organisasi perlu beradaptasi terhadap ketergantungan tersebut dan melakukan tindakan-tindakan yang sesuai untuk menguranginya. Terdapat dua cara adaptasi yang dapat dilakukan oleh organisasi. Cara pertama adalah melalui perubahan internal, yaitu dengan menyesuaikan struktur internal organisasi, pola kerja, perencanaan, dan aspek internal lainnya, trhadap karakteristik lingkungan. Cara kedua adalah dengan berusaha untuk menguasai dan mengubah kondisi lingkungan sehingga menguntungkan bagi organisasi.
Pengaruh lingkungan terhadap organisasi tersebut sebenarnya menjadi dasar filosofis perlunya perubahan organisasi. Jika pengaruh tersebut muncul sebagai akibat dari perkembangan Teknologi komunikasi misalnya yang sebenarnya telah diakui sebagai elemen penting yang tidak hanya secara langsung berpengaruh terhadap prilaku organisasi tetapi juga terhadap organisasi secara keseluruhan maka perubahan dan pengaruh tersebut harus memperoleh respon dari organisasi. Penerapan teknologi informasi baru (TI) telah diakui sebagai intervensi yang dapat menyebabkan perubahan organisasi ( Orlikowski dan Robey , 1991) . Disinilah pentingnya sebuah organisasi untuk melakukan proses belajar agar organsiasi tersebut dapat beradaptasi dengan ketidakpastian baru dalam rangka mencapai manfaat perubahan diantisipasi ( Argyris , 1977; Gregor , 2006; Robey dan Sahay , 1996) . Misalnya , penerapan desain dibantu komputer dan manufaktur ( CAD / CAM ) sistem membutuhkan insinyur untuk secara kolektif mempelajari modus baru komunikasi , sehingga dapat menuai manfaat sistem ' memperpendek pengembangan produk waktu siklus (Black et al . , 2004 ) .
Pengaruh teknologi informasi di era globalisasi tidak bisa dipungkiri adanya di mana proses globalisasi yang berjalan begitu cepatnya disebabkan karena revolusi informasi yang berdampak pada perubahan cara berpikir (mindset) ataupun berperilaku (behaviour) pada organisasi. Saat ini sudah mulai banyak dari organisasi yang mengembangkan sistem informasi yang terintegrasi yang jika diaplikasikan dengan baik, maka akan dapat memberi dampak dan menghasilkan nilai tambah (added value) bagi organisasi itu sendiri. Sistem informasi yang digunakan misalanya melalui penggunaan eGovernment, dimana sistem ini dirancang dan dibuat untuk mendukung interaksi antara Pemerintah dan masyarkat, serta dunia bisnis untuk menciptakan efisiensi dan efektifitas kerja bagi organisasi pemerintah ataupun pemberian pelayanan terhadap masyarakat dan dunia bisnis.
E-Government sebagai salah satu bentukan baru dalam pelayanan organisasi publik kepada masyarakat adalah bentuk baru pengaruh eemen tekhnologi terhadap organisasi pemerintah. Organisasi publik telah mengakui pentingnya pembelajaran organisasi diharuskan oleh perubahan ( Mahler , 1997) seperti pengenalan teknologi baru melalui upaya e-Government . E-Government telah menjadi program prioritas lembaga pemerintah, baik di pusat maupun daerah di seluruh dunia, yang tidak hanya dipandang sebagai proyek yang menjadi trend di kalangan pemerintahan. E-Government yang dimaknai sebagai suatu bentuk penggunaan teknologi informasi (seperti Wide Area Network, Internet dan mobile computing) oleh pemerintah untuk mentransformasikan hubungan dengan masyarakat, dunia bisnis dan pihak yang berkepentingan (World Bank) yang berarti bahwa pemanfaatan teknologi informasi tersebut dalam rangka untuk meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Keuntungan yang diperoleh dari e-Government pada akhirnya bukan hanya sekedar menyediakan pelayanan online tetapi lebih luas daripada itu, karena kinerja sektor publik juga berkontribusi pada kemajuan ekonomi dan sosial suatu negara (Suaedi, 2010).
Di Indonesia E-Government telah diadopsi sejak tahun 2001 melalui Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2001 tentang Telematika (Telekomunikasi, Media dan Informatika) bahwa aparat pemerintah harus menggunakan teknologi telematika untuk mendukung good governance dan mempercepat proses demokrasi. Hal ini bersesuaian dengan prinsip-prinsip paradigma baru new publik manajemen dan new public service yang mengedepankan kualitas dan mutu pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Penegasan tentang urgensi e-Government juga didukung dengan Instruksi Presiden RI No.3 Tahun 2003 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government serta Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 126/M/KI/K/VI/2002 perihan Edaran Pendayagunaan Situs sebagai bentuk keseriusan pemerintah memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi di dalam proses pemerintahan.
Pada dasarnya pelaksanaan e-Government mengacu pada aplikasi strategis TI penggunaan TI untuk menyediakan informasi bagi warga negara dan organisasi untuk memperoleh layanan lebih baik, dan bagi pemerintah untuk berinteraksi dengan mitra bisnis dan transaksi secara internal (Gronlund , 2002; Tung dan Rieck , 2005). Pemanfaatan e-Goverment ini tentu sangat membutuhkan proses penyesuaian organisasi baik individu maupun kelompok dalam organisasi tersebut. Pelaksanaan inisiatif e-Government sangat membutuhkan pembelajaran besar bagi organisasi publik, yang biasanya telah dianggap sebagai entitas birokrasi dengan budaya konservatif yang tahan terhadap perubahan ( Robertson dan Seneviratne , 1995) . Hal ini juga dikaitkan dengan e-readiness e-goverment yang di dalamnya membutuhkan fase pendidikan dan latihan bagi para aparatur pemerintah agar dapat menyesuaikan diri dengan model dan bentuk aktivitas kerja yang berubah karena pemerapan e-government. Disamping itu organisasi publik karena pelaksanaan e-government menyebabkan semakin kompleksnya perubahan sehingga diperlukan pembelajaran terkait dengan keberhasilan eGovernment .
Disamping karena adanya perubahan dari iklim kerja dan prosedur kerja sebagai akibat dari pemanfaatan IT dalam konteks e-government maka mau tidak mau organisasi harus menumbuhkan dan menyadari betul pentingnya Learning Organization agar dapat memahami dan melakukan penyesuaian terhadap perubahan yang terjadi. Robey dan Boudreau ( 1999) mengemukakan empat perspektif teoritis yang relevan yang terkait dengan IT dalam rangka perubahan organisasi yaitu politik organisasi, budaya organisasi, teori kelembagaan dan organisasi belajar .
Realitas masalah yang muncul sebagaiakibat dari pelaksanaan e-government dengan learning organization maka studi ini berfokus bagaimana tingkat kesuksesan e-Government dalam rangka untuk meningkatkan efisiensi internal organisasi publik di Kabupaten Maros dengan menjalankan program learning individu dan learning organization. Berdasarkan realitas yang ada bahwa jika aparatur pemerintah dalam organisasi publik tidak memeiliki pendidikan dan latihan untuk memenuhi kompotensinya agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan organsiasi maka pelaskanaa e-government tidak dapat berjalan dengan baik.